Dalam perjalanan menuju Thur Sina setelah melintasi lautan di
bahagian utara dari Laut Merah dan setelah mereka merasa aman dari
kejaran Fir’aun dan kaumnya. Bani Isra’il yang dipimpin oleh Nabi Musa
itu melihat sekelompok orang-orang yang sedang menyembah berhala dengan
tekunnya. Berkatalah mereka kepada Nabi Musa : “Wahai Musa, buatlah untuk kami sebuah tuhan berhala sebagaimana mereka mempunyai berhala-berhala yang disembah sebagai tuhan.” Musa menjawab: “Sesungguhnya kamu ini adalah orang-orang yang bodoh dan tidak berfikiran sehat. Persembahan
mereka itu kepada berhala adalah perbuatan yang sesat dan bathil serta
pasti akan dihancurkan oleh Allah. Patutkah aku mencari tuhan untuk kamu
selain Allah yang telah memberikan kurnia kepada kamu, dengan
menyelamatkan kamu dari Fir’aun, melepaskan kamu dari perhambaannya dan
penindasannya serta memberikan kamu kelebihan di atas umat-umat yang
lain.Sesungguhnya suatu permintaan yang aneh dari kamu, bahwa kamu akan
mencari tuhan selain Allah yang demikian besar nikmatnya atas kamu,
Allah pencipta langit dan bumi serta alam semesta. Allah yang baru saja
kamu saksikan kekuasaan-Nya dengan ditenggelamkannya Fir’aun berserta
bala tentaranya untuk keselamatan dan kelangsungan hidupmu.”
Perjalanan Nabi Musa dan Bani Isra’il dilanjuntukan ke Gurun Sinai di
mana panas matahari sangat teriknya dan sunyi dari pohon-pohon atau
bangunan di mana orang dapat berteduh di bawahnya. Atas permohonan Nabi
Musa yang didesak oleh kaumnya yang sedang kepanasan diturunkan oleh
Allah di atas mereka awan yang tebal untuk mereka bernaung dan berteduh
di bawahnya dari panas teriknya matahari. Di samping itu tatkala bekalan
makanan dan minuman mereka sudah berkurangan dan tidak mencukupi
keperluan. Allah menurunkan hidangan makanan “manna” – sejenis makanan
yang manis sebagai madu dan “salwa” – burung sebangsa puyuh dengan
diiringi firman-Nya: “Makanlah Kami dari makanan-makanan yang baik yang Kami telah turunkan bagimu.”
Demikian pula tatkala pengikut-pengikut Nabi Musa mengeluh kehabisan air
untuk minum dan mandi di tempat yang tandus dan kering itu, Allah
mewahyukan kepada Musa agar memukul batu dengan tongkatnya. Lalu
memancarlah dari batu yang dipukul itu dua belas mata air, untuk dua
belas suku bangsa Isra’il yang mengikuti Nabi Musa, masing-masing suku
mengetahui sendiri dari mata air mana mereka mengambil keperluan airnya.
Bani Isra’il pengikut Nabi Musa yang sangat manja itu, merasa masih
belum cukup atas apa yang telah Allah berikan kepada mereka yang telah
menyelamatkan mereka dari perhambaan dan penindasan Fir’aun, memberikan
mereka hidangan makanan dan minuman yang lazat dan segar di tempat yang
kering dan tandus mereka menuntut lagi dari Nabi Musa agar memohon
kepada Allah menurunkan bagi mereka apa yang ditumbuhkan oleh bumi dari
rupa-rupa sayur-mayur, separti ketimun, bawang putih, kacang adas dan
bawang merah karena mereka tidak puas dengan satu macam makanan.
Terhadap tuntutan mereka yang aneh-aneh itu berkatalah Nabi Musa: “Maukah
kamu memperoleh sesuatu yang rendah nilai dan harganya sebagai
pengganti dari apa yang lebih baik yang telah Allah kurniakan kepada
kamu? Pergilah kamu ke suatu kota di mana pasti kamu akan dapat apa yang
telah kamu inginkan dan kamu minta.”
Pokok cerita tersebut di atas dikisahkan oleh Al-Quran dalam surah
“Al-A’raaf ayat 138 sehingga 140 dan 160 ; serta surah “Al-Baqarah”
ayat 61 yang berbunyi sebagai berikut : “138 Dan
Kami seberangkan Bani Isra’il ke seberang lautan itu, maka setelah
mereka sampai kepada suatu kaum yang tetap menyembah berhala, mereka
(Bani Isra’il) berkata: “Hai Musa, buatlah untuk kami sebuah tuhan
(berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala)”. Musa
menjawab: “Sesungguhnya kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui
(sifat-sifat Tuhan)”. 139 Sesungguhnya mereka itu akan dihancurkan kepercayaan yang dianutnya dan akan batal yang selalu mereka kerjakan. 140 Musa
berkata: “Patuntukah aku mencari tuhan untuk kamu yang selain dari
Allah, padahal Dialah yang telah melebihkan kamu atas segala umat”. (
Al-A’raaf : 138 140 )
“160 Dan mereka Kami bagi menjadi dua belas suku yang
masing-masingnya berjumlah besar dan Kami wahyukan kepada Musa ketika
kaumnya meminta air kepadanya: “Pukullah batu itu dengan tongkatmu”.
Maka memancarlah darinya dua belas mata air. Sesungguhnya tiap-tiap suku
mengetahui tempat minum masing-masing. Dan Kami naungkan Awan di atas
mereka dan Kami turunkan kepada mereka manna dan salwa. (Kami
berfirman): “Makanlah baik-baik dari apa yang Kami telah rezekikan
kepadamu.” Mereka tidak menganiaya Kami, tetapi merekalah yang selalu
menganiaya dirinya sendiri.” ( Al-A’raaf : 160 )
“61 Dan ingatlah ketika kamu berkata: “Hai Musa,
kami tidak boleh sabar (tahan) dengan satu macam makanan saja. Sebab itu
mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu, Agar Dia mengeluarkan bagi kami
dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi, yaitu sayur-mayurnya, ketimunnya,
bawang putihnya, kacang adasnya dan bawah merahnya.” Musa berkata:
“Maukah kamu mengambil sesuatu yang rendah sebagai pengganti yang lebih
baik? Pergilah kamu ke suatu kota, pasti kamu memperolehi apa yang kamu
minta.” ( Al-Baqarah : 61 )
Menurut riwayat sementara ahli tafsir, bahawasanya tatkala Nabi Musa
berada di Mesir, ia telah berjanji kepada kaumnya akan memberi mereka
sebuah kitab suci yang dapat digunakan sebagai pedoman hidup yang akan
memberi bimbingan dan sebagai tuntunan bagaimana cara mereka bergaul dan
bermuamalah dengan sesama manusia dan bagaimana mereka harus melakukan
persembahan dan ibadah mereka kepada Allah. Di dalam kitab suci itu
mereka akan dapat petunjuk akan hal-hal yang halal dan haram, perbuatan
yang baik yang diredhai oleh Allah di samping perbuatan-perbuatan yang
mungkar yang dapat mengakibatkan dosa dan murkanya Tuhan.
Maka setelah perjuangan menghadapi Fir’aun dan kaumnya yang telah
tenggelam binasa di laut, selesai, Nabi Musa memohon kepada Allah agar
diberinya sebuah kitab suci untuk menjadi pedoman dakwah dan risalahnya
kepada kaumnya. Lalu Allah memerintahkan kepadanya agar untuk itu ia
berpuasa selama tiga puluh hari penuh, yaitu semasa bulan Zulkaedah.
Kemudian pergi ke Bukit Thur Sina di mana ia akan diberi kesempatan
bermunajat dengan Tuhan serta menerima kitab penuntun yang diminta.
Setelah berpuasa selama tiga puluh hari penuh dan tiba saat ia harus
menghadap kepada Allah di atas bukit Thur Sina Nabi Musa merasa segan
akan bermunajat dengan Tuhannya dalam keadaan mulutnya berbau kurang
sedap akibat puasanya. Maka ia menggosokkan giginya dan mengunyah
daun-daunan dalam usahanya menghilangkan bau mulutnya. Ia ditegur oleh
malaikat yang datang kepadanya atas perintah Allah. Berkatalah malaikat
itu kepadanya: “Hai Musa, mengapakah engkau harus menggosokkan
gigimu untuk menghilangkan bau mulutmu yang menurut anggapanmu kurang
sedap, padahal bau mulutmu dan mulut orang-orang yang berpuasa bagi kami
adalah lebih sedap dan lebih wangi dari baunya kasturi. Maka akibat
tindakanmu itu, Allah memerintahkan kepadamu berpuasa lagi selama
sepuluh hari sehingga menjadi lengkaplah masa puasamu sepanjang empat
puluh hari.”
Nabi Musa mengajak tujuh puluh orang yang telah dipilih diantara
pengikutnya untuk menyertainya ke bukit Thur Sina dan mengangkat Nabi
Harun sebagai wakilnya mengurus serta memimpin kaum yang ditinggalkan
selama kepergiannya ke tempat bermunajat itu. Pada saat yang telah
ditentukan tibalah Nabi Musa seorang diri di bukit Thur Sina mendahului
tujuh puluh orang yang diajaknya turut serta. Dan ketika ia ditanya oleh
Allah: “Mengapa engkau datang seorang diri mendahului kaummu, hai Musa?” Ia menjawab: “Mereka sedang menyusul di belakangku, wahai Tuhanku. Aku cepat-cepat datang lebih dahulu untuk mencapai ridha-Mu.”
Berkatalah Musa dalam munajatnya dengan Allah: “Wahai Tuhanku, nampakkanlah zat-Mu kepadaku, agar aku dapat melihat-Mu” Allah berfirman: “Engkau
tidak akan sanggup melihat-Ku, tetapi cobalah lihat bukit itu, jika ia
tetap berdiri tegak di tempatnya sebagaimana sedia kala, maka niscaya
engkau akan dapat melihat-Ku.” Lalu menolehlah Nabi Musa
mengarahkan pandangannya kejurusan bukit yang dimaksudkan itu yang
seketika itu juga dilihatnya hancur luluh masuk ke dalam perut bumi
tanpa menghilangkan bekas. Maka terperanjatlah Nabi Musa, gementarlah
seluruh tubuhnya dan jatuh pingsan.
Setelah ia sadar kembali dari pingsannya, bertasbih dan bertahmidlah
ia seraya memohon ampun kepada Allah atas kelancangannya itu dan
berkata: “Maha Besarlah Engkau wahai Tuhanku, ampunilah aku dan
terimalah taubatku dn aku akan menjadi orang yang pertama beriman
kepada-Mu.” Dalam kesempatan bermunajat itu, Allah menerimakan
kepada Nabi Musa kitab suci “Taurat” berupa kepingan-kepingan batu-batu
atau kepingan kayu menurut sementara ahli tafsir yang di dalamnya
tertulis segala sesuatu secara terperinci dan jelas mengenai pedoman
hidup dan penuntun kepada jalan yang diredhai oleh Allah.
Allah mengiring pemberian “Taurat” kepada Musa dengan firman-Nya: “Wahai
Musa, sesungguhnya Aku telah memilih engkau lebih dari manusia-manusia
yang lain di masamu, untuk membawa risalah-Ku dan menyampaikan kepada
hamba-hamba-Ku. Aku telah memberikan kepadamu keistimewaan dengan dapat
bercakap-cakap langsung dengan Aku, maka bersyukurlah atas segala
kurnia-Ku kepadamu dan berpegang teguhlah pada apa yang Aku tuturkan
kepadamu. Dalam kitab yang Aku berikan kepadamu terhimpun tuntunan dan
pengajaran yang akan membawa Bani Isra’il ke jalan yang benar, ke jalan
yang akan membawa kebahagiaan dunia dan akhirat bagi mereka. Anjurkanlah
kaummu Bani Isra’il agar mematuhi perintah-perintah-Ku jika mereka
tidak ingin Aku tempatkan mereka di tempat-tempat orang-orang yang
fasiq.”
Bacalah tentang kisah munajat Nabi Musa ini, surah “Thaha” ayat 83
dan 84 dan surah “Al-a’raaf” ayat 142 sehingga ayat 145 sebagaimana
berikut : “83 Mengapa kamu datang lebih cepat daripada kaummu, hai Musa?” 84 Berkata
Musa: “Itulah mereka sedang menyusuli aku dan aku bersegera kepadamu ya
Tuhanku, agar supaya Engkau redha kepadaku.” ( Thaha : 83 84 )
“142 Dan Kami telah janjikan kepada Musa (memberikan
Taurat) sesudah berlalu waktu tiga puluh malam dan Kami sempurnakan
jumlah malam itu dengan sepuluh (malam lagi), maka sempurnalah waktu
yang telah ditentukan Tuhannya empat puluh malam. Dan berkata Musa
kepada saudaranya, yaitu Harun: “Gantilah aku dalam (memimpin) kaumku
dan perbaikilah dan janganlah kamu mengikuti jalan orang-orang yang
membuat kerusakkan”. 143 Dan tatkala Musa datang untuk
(munajat) dengan (Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan
telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: “Ya Tuhanku
nampakkanlah (Zat Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada
Engkau.” Tuhan berfirman: “Kamu sesekali tidak sanggup melihat-Ku,
tetapi melihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai
sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku.” Tatkala Tuhannya nampak bagi
gunung itu, kejadian itu menjadikan gunung itu hancur luluh dan Musa
pun jatuh pengsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata: “Maha
Suci Engkau, aku bertaubat kepada-Mu dan aku orang yang pertama
beriman.” 144 Allah berfirman: “Hai Musa sesungguhnya Aku
memilih kamu lebih dari manusia yang lain (di masamu) untuk membawa
risalah-Ku dan untuk berbicara langsung dengan-Ku sebab itu berpegang
teguhlah kepada apa yang Aku berikan kepadamu dan hendaklah kamu
termasuk orang-orang yang bersyukur.” 145 Dan Kami telah
tuliskan untuk Musa luluh (Taurat) segala sesuatu sebagai pengajaran
bagi sesuatu. Maka Kami berfirman: “Berpeganglah kepadanya dengan teguh
dan suruhlah kaummu berpegang kepada (perintah-perintahnya) yang
sebaik-baiknya, nanti Aku akan memperlihatkan kepadamu negeri
orang-orang yang fasiq.” ( Al-A’raaf: 142 145 )
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Anshor Wathony. Diberdayakan oleh Blogger.
0 komentar:
Posting Komentar